Ada hari – hari dimana aku melewati hari dengan awan mendung
di wajah. Ada hari – hari dimana yang ada adalah luka dan yang terasa di hati
hanyalah kecewa. Hingga wajah ini tak kunjung menatap kedepan hanya dapat
tertunduk. Kalah. Hari – hari gelap dalam perjalananku menuju kedewasaan. Menangisi
ketidakberdayaan. Kebodohan anak muda dan kekonyolan orang tolol. Kadang
tersesat dalam pikiran yang tak menentu arah. Berlarut – larut dalam
kegelisahan dan kepenanatan dunia orang dewasa sampai terkadang begitu muak
walau pada akhirnya menjadi terbiasa bahkan biasa juga melakukan perbuatan
kotor.
Aih terkadang ketika kepenatan menghantam akal dan ruang tiga dimensi ku begitu
menghimpit, ingin juga aku teriak. Seperti anak kecil yang hanya dapat menangis
dan meraung akan ketidakadilan orang dewasa. Teriak dalam sunyi. Kemudian
terbangun dipagi hari dengan mata sembab. Benar – benar seperti perempuan.
Padahal aku seorang lelaki.
Ooo aku memang lelaki celaka. Kadang aku hanya dapat mengutuk diri sendiri bila
lagi dan lagi melakukan perbuatan bodoh dan tolol. Lelaki kelabu. Yang hidupnya
sungguh jemu. Padahal begitu ingin bercumbu. Uuu seribu sembilu terasa begitu
pilu. Hidupku sungguh penuh warna kelabu.
Ada hari – hari ketika semua terasa begitu sesak menghimpit. Aku melarikan diri
dari kotak duniaku. Meninggalkan bunda dan ayah tanpa rasa sesal. Berharap aku
bertemu malaikat maut. Yang akan memberikan rasa sakit yang melebihi sakit yang
kurasa sekarang. Yang kemudian akan berakhir dan tak kurasakan lagi.
Dunia ku begitu sempit dan semua selalu kembali pada diriku yang kerdil. Karena
memang dunia ku, memang kotak persegi. Dalam pencarian ku mencari malaikat
maut, aku pun selalu mengalami keputusasaan. Hidup ku sudah sulit mengapa mati
juga dipersulit. Dunia orang dewasa. Selamanya aku tak akan pernah bisa
mengerti.
Angin malam dimusim kemarau. Berputar – putar di dalam hatiku yang kosong.
Menjelma suara – suara ganjil yang begitu purba. Apakah itu malaikat maut? Atau
dedemit yang selalu meminta ditemani menuju neraka. Mamang ada dosa yang belum
berani aku perbuat namun aku tidak mau kematian ku bergelimang dosa.
Permasalahan yang aku hadapi hanya diriku. Dosa terkadang melibatkan pihak
ketiga. Dan selalu merugikan pihak ketiga. Cukup aku yang mengutuk diriku
lelaki celaka. Tidak perlu orang lain juga ikut mengutuk.
Aih begitu kelam kelabu duniaku. Aku hanya lelaki celaka yang rindu untuk
dicumbu.
Aku pun lelah merindu. Kapalku ingin berlabuh. Sekedar menyapu peluh. Karena
kemarau begitu penuh debu. Matahari yang renta perlahan menaik. Melenyapkan
kegelapan, menyebarkan kebahagiaan. Pagi itu aku kembali ke istana ku. Yang
didalamnya terdapat dunia ku yang kotak persegi kelabu. Perlahan sosok bunda
menjadi nyata di mata. Bunda menatap haru, aku menangis rindu. Pagi itu, aku
melihat bunda begitu cantik. Tidak pernah aku melihat bunda begitu anggun
seperti pagi itu. Aku pun tersenyum. Syukurlah Aku masih mengingat caranya
tersenyum.